Tentang Al Qur'an Tulis Iqro' Bil Qolam
Dengan membiasakan diri menulis Al Qur’an, maka aspek kognitif dan aspek afektif akan terasah dengan baik, sehingga pada gilirannya, akan menjadi manusia yang terampil dalam banyak hal, utamanya keterampilan rohani.
Al Qur’an Tulis Iqro’ Bil Qolam
Mengapa seseorang bisa menulis dan yang lain tidak?
Jawabannya, karena orang yang bisa menulis itu didalam pikirannya sudah terdapat “pattern” garis imajiner yang menjadi panduan untuk diikuti oleh tangannya secara motoric dalam bentuk tulisan; sementara yang tidak bisa menulis, pattern itu tidak ada. Bagaimana pattern itu terbentuk? Tentu lantaran ia berlatih berulang-ulang dalam waktu yang lama.
Follow The Line
Pada metode “Follow The Line” pattern tersebut dikeluarkan dalam pikiran imajinatif untuk kemudian diletakkan di kertas yang akan ditulisi. Dengan melakukan penulisan menggunakan metode follow the line sesungguhnyalah seseorang sedang membentu “pattern imajiner” di dalam pikirannya secara lebih mudah, simpel, cepat dan sistematis untuk mencapai kemampuan seperti orang yang sudah bisa menulis.
Makna follow the line adalah mengikuti “garis- jalan yang sudah ditentukan” (baca: itba’ fii sabili…), yang merupakan satu-satunya pilihan sebagai hamba Allah. Dalam hal ini manusia diberi kemerdekaan memilih untuk mengikuti atau tidak terhadap “garis” itu. Kemerdekaan memilih inilah yang meniscayakan kita membekali diri. Oleh karena mengikuti garis, mustahil dilakukan tanpa mengerti makna “garis yang akan diikuti” itu. Dalam kerangka itulah manusia membutuhkan kemampuan “membaca dengan benar”; dan itulah yang disebut dengan membaca dengan mengatas-namakan Allah (baca: Iqro’ bismi Robbika…).
Iqro’ Bil Qolam
Hanya dengan mengatasnamakan Allah saja, maka garis “imajiner” itu bisa diketahui untuk kemudian pada gilirannya seseorang bisa menuliskan sendiri garisnya. Mengapa perlu menuliskan sendiri? Sebab manusia adalah kholifah fil ardl. Dia didesain untuk ikut dalam manajerial Tuhan dalam memenej alam semesta. Antara Allah dan alam ada “jarak” dan jarak itu merupakan daerah teritori kekhalifahan manusia. Maka, manusia yang tidak ikut serta dalam manajerial Tuhan, jelas manyalahi konsep dasar kejadiannya sendiri. Bukankah Allah mengatakan, bahwa inni jaa’ilun fil ardli kholifah?
Allah menciptakan manusia untuk dijadikannya sebagai kholifah. Itu sebabnya iqro’ yang pertama adalah soal penciptaan, yang metode pendekatannya dengan mengatasnamakan Dia. Iqro’ yang kedua adalah soal kemulyaan (iqro’ warobbukal akrom), dimana itu hanya mungkin diraih jika menggunakan “qolam” (alladzi ‘allama bil qolam) saja, maka kemulyaan (akrom) itu baru bisa diraih.
Itulah hakikat sesungguhnya dari kekhalifahan, yaitu ikut serta dalam manajerial Tuhan dengan menjadi penyambung jarak antara Tuhan dan alam tersebut. Itulah hakikat dari menulis, berkarya atau berkreasi, yang disebut Iqro’ bil qolam.